Setiap Tengah Malam Tetap Berjualan di Atas Bak Pikap

Setiap Tengah Malam Tetap Berjualan di Atas Bak Pikap

Mulyana, Penjual Sayur Pencetak Rekor Dunia Renang Asian Paragames 2014 \"10147_8481_Oke-jkt1-Boks-mulyana1\" Menyiapkan hari tua bisa dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai seorang atlet berkebutuhan khusus, Mulyana sudah melakukannya. Pencetak rekor dunia renang dalam Asian Paragames 2014 di Korsel, Oktober lalu, itu memilih dengan caranya sendiri. Yaitu, menjadi pedagang sayuran. *** TUBUHNYA yang tidak sempurna tidak membuat Mulyana tinggal diam. Dia tidak ingin hanya duduk berleha-leha di rumah menghabiskan waktu. Padahal, sebagai perenang yang beberapa kali mengharumkan nama bangsa di level Asia Tenggara atau bahkan Asia, dia ’’berhak’’ menikmati bonus dan privilege dari pemerintah. Tetapi, pemecah rekor dunia renang nomor 50 meter gaya kupu-kupu kelompok S4 di Asian Paragames 2014 tersebut tidak mau melakukannya. Dia tetap tidak mengubah style hidupnya yang ’’keras’’ sebagai pedagang sayur. Ya, bagi Mulyana yang tak memiliki tangan dan kaki kanan itu, menjadi pedagang sayur bukanlah pekerjaan mudah. Dia mesti bersusah payah untuk berjalan dan menggunakan tangan kirinya untuk beraktivitas. Misalnya, yang terlihat saat Jawa Pos berkunjung ke rumahnya di Kampung Cilangkap, Jatimekar, Kecamatan Cipendeuy, Bandung Barat, Selasa (9/12). Siang itu, Mulyana baru tiba dari melihat-lihat kebun sayurnya. Keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang bagi dia untuk bekerja keras layaknya orang normal. Lokasi kebun sayur milik Mulyana memang masih satu kampung. Namun, untuk menjangkau kebun itu, orang mesti naik turun bukit dan melewati jalan yang tidak beraspal. Apalagi kebun Mulyana tidak hanya satu. Dia memiliki beberapa lahan dengan jenis sayuran yang berbeda-beda. Bagi orang normal, perjalanan sejauh itu saja sudah cukup melelahkan. Tapi, Mulyana tidak menunjukkan rasa capek di wajah, meski untuk berjalan harus tertatih-tatih. Dari kebun sayur di perkebunan karet yang tidak jauh dari rumahnya itulah dia bisa menjual aneka komoditas sayuran. Mulai mentimun, cabai merah, terong, kacang panjang, hingga ubi-ubian. Dia menjualnya hingga ke Pasar Cibitung dan Pasar Kramat Jati, Jakarta. ’’Kalau melihat prestasi saya (di cabang olahraga renang), untuk bisa menjadi pegawai negeri sipil, harusnya bisa saya dapat. Tapi, itu bukan jiwa saya bekerja hanya duduk-duduk. Saya merasa lebih nyaman jika berwirausaha. Kondisi saya ini membuat saya tidak bisa memilih pekerjaan lain. Ya, inilah yang saya bisa,’’ ujarnya. Bisnis sayur-mayur itu dilakukan Mulyana sejak enam tahun silam. Semua berawal dari usaha kecil-kecilan di rumah. Modalnya kala itu berasal dari bonus setelah dia menang dalam kejuaraan daerah. Usaha jualan sayuran Mulyana semakin besar setelah dia meraih medali emas ASEAN Paragames 2011. Dia mendapat bonus yang lumayan besar, yakni Rp 180 juta. ’’Bonus itu langsung saya belikan sawah dan kebun untuk memperbesar usaha. Alhamdulillah, membawa berkah sampai sekarang,’’ tuturnya. Sawah dan kebun sayurnya terus bertambah seiring seringnya Mulyana memenangi kejuaraan renang, baik tingkat nasional maupun internasional. Sebab, bonus yang diterima selalu diinvestasikan untuk membeli lahan serta biaya perawatannya. Hingga kini, dia sudah memiliki kebun di tiga lokasi yang letaknya terpencar, meski masih di kampung halamannya. Lahan sawah dan kebunnya mungkin segera bertambah, mengingat dia baru menjadi salah satu bintang Indonesia dalam Asian Paragames 2014 di Korsel, Oktober lalu. Dalam event yang diikuti para penyandang cacat dari berbagai negara di Asia itu, Mulyana sukses meraih 2 emas dan 1 perak untuk nomor-nomor renang yang diikuti. Bahkan, salah satunya, dalam nomor 50 meter gaya kupu-kupu kelompok S4, Mulyana mencatatkan diri sebagai pemecah rekor dunia. Karena itu, dia berhak mendapat bonus Rp 490 juta dari Kemenpora. ’’Tapi, bonus itu belum cair sampai sekarang. Masih diproses. Kalau cair, nanti pasti saya gunakan untuk menambah modal berdagang sayuran lagi. Akan saya manfaatkan sebaik-baiknya,’’ tegasnya. Meski memiliki beberapa karyawan, Mulyana tetap ikut turun langsung berjualan. Dengan menggunakan mobil bak terbuka, dia ditemani Usep Nurdin, kakak iparnya, dan seorang pekerjanya menunggu tengkulak yang datang untuk kulakan sayur-mayurnya. Pekerjaan itu dilakukan setiap hari mulai tengah malam hingga menjelang subuh. Dia baru ’’absen’’ dari lapak bila harus bersiap menghadapi kejuaraan. Sebab, dia mesti lebih intensif berlatih di kolam renang. Dengan kondisi fisik seperti itu, berkali-kali cibiran mampir ke telinga pria 29 tahun tersebut. Rata-rata menganggap Mulyana tidak layak bekerja seperti itu. ’’Tapi, saya anggap semua itu seperti radio saja, lewat begitu saja. Malah saya jadikan cambuk untuk membuktikan bahwa saya lebih bisa dibanding orang yang mencibir itu,’’ ungkapnya. Dari usaha berdagang sayuran tersebut, Mulyana mampu hidup mandiri, bahkan menghidupi orang lain. Dia juga masih harus membayar cicilan mobil pikap yang biasa dipakai untuk mengirim sayuran ke Cibitung dan membeli kebutuhan kebunnya. ’’Semua dari bisnis sayuran ini. Saya tidak pernah meminta kepada pemerintah.’’ Mulyana mengenal renang sejak kecil. Meski cacat fisik, dia cukup berani untuk berlatih olahraga air itu. Bahkan, dia sempat nyaris tewas tenggelam di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, tidak jauh dari tempat tinggalnya waktu kecil. Pingsan selama tiga hari pun tidak membuatnya kapok dan terus belajar berenang. ’’Pikiran saya, pokoknya saya harus bisa berenang, meski cacat. Karena itu, saya tidak pernah kapok berlatih, meski hampir mati tenggelam,’’ kenangnya. Keteguhan mentalnya itu berlanjut saat dia berbisnis sayuran. ”Kalau dihitung sejak awal, sudah tidak terhitung berapa kali saya jatuh bangun membesarkan bisnis sayuran ini. Tapi, saya tidak mau menyerah. Saya terus berupaya sampai berhasil,” kata suami Enur, 30, tersebut. Bagi Mulyana, berdagang sayuran sudah lebih dari sebuah pekerjaan sehari-hari. ”Usaha dagang ini mengajarkan kepada saya bagaimana bertahan hidup. Saya sudah tahu susahnya hidup dari sini dan saya tidak akan pernah melupakannya. Selamanya saya akan berdagang sayuran meski saya menjadi juara dunia renang,” tegasnya. Sementara itu, atas prestasinya dalam Asian Paragames 2014, Mulyana berhak tampil di kejuaraan Paralympic 2016 di Brasil. Dia akan berlatih lebih keras agar bisa meraih prestasi yang membanggakan bagi bangsa Indonesia. Dia juga berharap bisa mengajak ibunya (Uju), istri, dan anak semata wayangnya, Mila Amora Maulina, 2, untuk berhaji ke Tanah Suci. ”Itu jadi cita-cita terbesar dalam hidup saya. Semoga bisa tercapai,” harapnya. (*/c5/c9/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: